SELAMAT DATANG DI HUNIAN SASTRA

SELAMAT DATANG DI HUNIAN PECINTA SASTRA INDONESIA

AYO KITA BELAJAR MENGEKSPRESIKAN DIRI DENGAN MENULIS DAN MENULIS!

Kamis, 06 Oktober 2011

Tikus Berijazah

Sinopsis
Kehidupan yang semua serba mudah dirasakan Ilham dari kecil, lulus SMA dengan modal menjual sawah, ibunya berhasil memasukkan dia menjadi salah satu orang penting di perguruan tinggi swasta ternama di ibu kota. Ketika dia dituntut untuk menenpuh pendidikan lebih tinggi, dengan mudah dia mengambil kuliah yang hanya membayar sekian harga sudah didapat gelar . Kini, ketika Ilham berumah tangga ia selalu dituntut istrinya agar mempunyai pendapatan lebih. Karakter yang sudah dibentuk sejak masih pelajar kini membentuk sosok koruptor pada diri Ilham.

Sementara Laras, anak Ilham dan Wulandari tidak suka dengan kehidupan mewah yang diberikan orangtuanya karena ia mengetahui dari mana ayahnya mendapatkan semuanya. Suatu hari Wulandari selingkuh dengan Rosyid. Tini meninggal, Ilham ketahuan korupsi dan dipenjara. Wulandari lebih memilih Rosyid yang mempunyai segalanya, Ilham dicampakkan. Penyesalan mendera hati Ilham, hanya Laras harapan satu-satunya.

Tokoh-tokoh
Iman Muhtadi sebagai Ilham, suami berusia 40 tahun, koruptor dank keras.
Noordina Fahmiati sebagai Wulandari, istri berusia 37 tahun, matrealis, cerewet.
Titin Supriatin sebagai Laras, gadis berusia 17 tahun, keras kepala.
Siti Sarokha sebagai Tini, nenek berusia 57 tahun, lemah, penuh penyesalan.
Didin Muslim sebagai Rosyid, lelaki berusia 40 tahun, sombong.
Albiyah sebagai Retno, wanita berusia 30 tahun, sabar.

Bagian 1
Sebuah ruang tamu sederhana, hanya ada satu meja dan dua kursi kayu. Gelas berisi air putih masih ada dimeja, dari dalam suara batuk Tini terdengar nyaring. Perlahan dengan langkahnya tertatih ia menghampiri kursi, tetap dengan batuk yang kian nyaring.

Tini : (Membenahi letak jilbabnya) Semoga tidak ada orang yang mengalami seperti aku, (batuk-batuk) hidup hanya menanggung penyesalan (minum).
Retno : Assalamualaikum!
Tini : Waalaikumsalam, kamu Retno?
Retno : Bu Tini pasti belum makan (menyiapkan makanan) makan dulu bu.
Tini : (Terisak, menangis) harusnya anakku yang menyiapkan semua ini, tapi memang sudah nasibku, ini juga kesalahanku dalam mendidik dia.
Retno : Sudahlah Bu Tini makan dulu, tidak ada orang tua yang sengaja mendidik anaknya dengan cara yang salah. Berdoa saja semoga dia cepat sadar.
Tini : Kamu sering bertemu dia di kampus? Bagaimana perlakuannya?
Retno : Pernah, tapi tidak sering bu. Kalau ada rapat-rapat saja, menurut saya wajar saja bu perlakuannya. Tidak lama akan ada rapat dengan yayasan, saya dengan aka nada pemeriksaan kepengurusan.
Tini : Ya, semoga dia tidak kenapa-kenapa saya khawatir.
Retno : ibu berdoa saja. Oya saya pamit dulu bu, mau periksa kandungan. Assalamualaikum.
Tini : Waalaikumsalam. (Mulai memakan sesuap nasi, namun batuknya kian menjadi. Dibawanya nasi dan gelas kedalam)

Bagian 2
Sementara dirumah Ilham semua serba mewah, namun dia tak lagi ingat jika mempunyai seorang ibu yang butuh naungan.
Wulandari : (Mondar-mandir) Ayah ini, belum pulang juga. Sudah sore. Mamapir kemana saja!
Ilham : (menyerahkan tas kerjannya pada Wulandari) Laras apa sudah pulang Bu?
Wulandari : belum (ketus)
Ilham : (Duduk sambil melepas sepatu) kamu kenapa Bu? Suami datang kok ketus begitu. Bukannya dibuatin kopi, menyiapkan air buat mandi. Ayah ini capek seharian kerja!
Wulandari : (Membawa segelas air) capek apa?! Ayah dikantor juga Cuma duduk saja, Ibu sudah hafal. Orang-orang seperti Ayah ini tidak bisa apa-apa, hanya bisa suruh sana suruh sini. Apa yang bisa Ayah lakukan hanya dengan gelar-gelar yang kau dapat secara instan?
Ilham : Bu! Apa maksud Ibu bicara seperti itu? Bagaimanapun pekerjaanku telah banyak memberi kemakmuran pada kehidupan rumah tangga kita.
Wulandari : sejahtera dari mana Yah? Ibu kan sudah lama minta ganti mobil seperti punyanya Bu Warti sampai sekarang tidak dibelikan. Suaminya bu Warti itu juga Cuma guru SMP, buktinya bisa ganti mobil tiap satu tahun sekali. Harusnya kita bisa seperti itu! Ngakunya Rektor di Universitas, tapi istrinya hanya bisa membawa mobil kampungan. (membuang muka)
Ilham : Diam mulutmu! Tak pantas kata-kata itu keluar dari bibir indahmu. Apa yang masih kurang? Perhiasan? Tak pernah jari-jarimu itu lekang dari cincin, pergelangan tanganmu tak pernah sepi dari gelang, lehermu selalu bergantungkan kalung berlian, telingamu tak luput dari anting! Sampai bibirmu tak pernah lepas dari gincu. (sambil bertolak pinggang)
Wulandari : Baru seperti itu saja sudah bangga!
Ilham : (sambil menunjuk) masih kurang?! Apa kau tak tahu? Untuk mendapatkan semua ini aku harus meluluskan mahasiswa yang berani membayar mahal. Kupakai juga uang pembangunan, Semua itu untuk kecukupan keluarga kita.
Wulandari : Harusnya Ayah mendapat lebih banyak lagi, jangan tanggung-tanggung Yah. Jangan kalah dengan Gayus Tambunan yang berani korupsi 28 Milyar. Mumpung ayah masih punya kekuasaan.
Ilham : Bagaimana kalau Ayah ketahuan? Bisa dipenjara Bu. Sepertinya yayasan sudah mulai curiga denganku. Tak lama akan ada pemeriksaan, aku pusing. Sementara kau hanya menuntut. Kamu kira semua ini semudah membalikkan telapak tangan. Kamu juga rela kalau suamimu dipenjara seperti Gayus!
Wulandari : Itu bagaimana Ayah saja, melakukannya dengan rapi.
Laras : (menggebrak pintu) bosan aku! Tiap hari hanya suara-suara menyakitkan telingga kudengar. Tak pantas kemewahan ini disebut rumah! Apa yang mau Ayah Ibu contohkan pada Laras?! Kegaduhan? (marah)
Ilham : Laras! (membentak) Berani kamu membentak orang tua, siapa yang mengajari kamu?
Laras : Yah, bukan Laras membentak orang tua. Tapi sifat orang tua yang tidak bisa menjadi orang tua yang Laras bentak. Laras tahu, seburuk-buruk orang tua tetap mereka bagai kitab suci, yang hanya orang-orang suci yang boleh memegang.(melemah)
Wulandari : kami juga berdebat untuk kepentinganmu Ras, Ibu ingin kamu hidup dalam kecukupan.
Laras : Apa kepentingan Laras? Ibu hanya sibuk dengan kepentingan sendiri, sibuk dengan harta yang selalu kurang menurut Ibu. Laras tak ingin semua ini, Laras juga tahu dari mana ayah mendapat semua ini, Laras tahu Yah.
Ilham : Apa yang kamu tahu? Kau jangan sok baru dua minggu kau jadi mahasiswa, sudah mau mnggurui Ayah.
Laras : Ayah, Laras hanya ingin ayah menghentikan apa yang selama ini ayah lakukan.
Ilham : Kalau kau tak suka, boleh pergi. Cari jalanmu sendiri. (Marah, menampar Laras) memang tak tahu diuntung!
Laras : (Tanpa suara, menatap orang tuanya dengan tajam kemudian meninggalkan rumah)
Wulandari : Laras! (menarik tangan Laras namun tak kuasa menahan)


Bagian 3
Ilham : (Memakai sepatu) Bu, dasiku mana? Ayah buru-buru.
Wulandari : (membawa dasi, memakaikan keleher Ilham) Ayah tidak sarapan dulu?
Ilham : Tidak ada waktu bu, ini ada rapat dengan yayasan.
Wulandari : Apa kita tidak coba mencari Laras Yah? Bagaimanapun dia anak satu-satunya.
Ilham : Itu urusan kamu sebagai ibunya, urusanku mencari nafkah untuk kalian. (sambil berlalu)
Wulandari : Terserah. (bergumam) begitu mudahnya dia melempar taggung jawab seorang anak padaku,dia kan juga Ayahnya. Mencari sendiri? Lebih baik kau suruh aku menghitung uang dan perhiasan sendiri, itu lebih menyenangkan (sambil memainkan semua perhiasan di tangannya)
Rosyid : Assalamualaikum! (sambil mengetuk pintu)
Wulandari : (penuh keheranan, membelalakkan mata) Waalaikumsalam! Kamu Rosyid? Teman mas Ilham kan?
Rosyid : Ya iyalah mbak! Mana Ilham mbak? (sambil memainkan kunci mobil)
Wulandari : Baru saja berangkat ke kampus, ada rapat kepengurusan katanya. Oya katanya kamu di Jogja? Kapan datang? (dengan senyum kekaguman) wah gawat kamu bisa menggeser jabatan Mas Ilham di kampus.
Rosyid : Mbak bisa saja, tapi yang pasti tidak bisa menggeser mas Ilham dari hati mbak Wulan kan?
Wulandari : Husss… kalau ada yang lebih baik kenapa tidak? Kamu mau minum apa? Panas atau dingin?
Rosyid : Dingin saja nanti dihangatkan dengan senyum Mbak Wulan.
Wulandari : Kamu Syid dari dulu tidak berubah, sudah jangan panggil mbak. Memangnya aku sudah tua? Kamu ada perlu dengan mas Ilham? (sambil berlalu mengambil minuman)
Rosyid : Memang boleh aku panggil Wulan? Ehmm…sebenarnya tidak.
Wulandari :Lalu ada perlu apa kau kemari? (membawa segelas minuman, duduk disamping Rosyid, penasaran)
Rosyid: : Menemuimu (sembari meraih tangan Wulan). Dari dulu sebenarnya aku ingin mendapatakanmu, sayang…Ilham mendahuluiku. Sekarang aku sudah punya segalanya, hmm…hanya kau yang belum kumiliki. Aku punya sesuatu buat kamu mbak, eh Wulan. (sambil mengeluarkan sesuatu dari saku celana)
Wulandari : Apa itu?
Rosyid : (mengambil gelas dari tangan Wulan, menaruhnya dimeja) Kado istimewa, dari orang istimewa, untuk yang teristimewa, coba balikkan badanmu (memasangkan kalung keleher Wulan)
Laras : (menarik kalung yang akan dipasangkan dilehar Wulandari dan melemparnya) Murahan! Apa tidak ada tempat lain untuk melakukan adegan murahan Ibu ini, jangan menambah hina rumah ini. (naik pitam)
Wulandari : (kaget, kehilangan kata-kata)
Rosyid : (tangannya mencoba ramah menyapa Laras) Hey Laras, sudah besar kamu sekarang ya? Ooww sepertinya kalung itu lebih cocok buat kamu. (menujuk arah kalung)
Laras : (Menarik Ibunya dengan amarah) Mana Ayah? Pantas seorang istri menerima tamu tanpa sepengetahuan suami, seisi rumah ini lama-lama bukan hanya bejat tapi juga bodoh! Tak punya otak!
Wulandari : Jaga mulut kamu Laras (mencoba meredam emosi, memeluk Laras) kamu dari mana nak? Tinggal dimana dengan siapa? Ibu cemas.
Laras : Bulsyit semua kata-kata Ibu! Laras sudah tak butuh perhatianmu, (berpaling kearah Rosyid yang tetap mengembangkan senyum) Ternyata lama di Jogja ini yang anda dapatkan, mana adat ketimuran anda Tuan Rosyid yang terhormat? Sebaiknya segara anda angkat kaki dari sini, sebelum kata-kataku menghancurkanmu.
Rosyid : Ok. Aku akan pergi, tapi aku akan kembali dengan membawa kemenangan. (Berlalu)
Laras : Laras kecewa dengan ibu, Laras kembali ingin memperbaiki semuanya tapi semuanya percuma. Laras akan pergi dari sini.
Wulandari : Laras…(mencoba menghentikan)
Laras : (tetap berlalu)
Wulandari : Kenapa Laras harus datang disaat tidak tepat, lebih baik aku pilih Rosyid dan meninggalkan Ilham.

Bagian 4
Kabar dipecatnya Ilham dari Universitas akibat tindak korupsi dana pembangunan gedung, telah menyebar luas. Kini Ilham mendekam di hotel prodeo. Laras menghampiri nenek.
Retno : Ibu bagaimana kabar hari ini? Batuknya sudah mendingan? Ini ada kue Bu dari Kampus. Tadi ada rapat.
Tini : Ilham juga ada Ret?(batuk-batuk, memegang dada)
Retno : Itu yang ingin saya kabarkan pada Ibu. Tapi Ibu harus tabah menerimanya.
Tini : Katakan saja Ret, apapun yang akan terjadi Ibu akan berusaha sabar.
Retno : Ternyata pak Ilham kedapatan korupsi dana pembangunan gedung kampus, kini beliau sedang diproses pihak kepolisian.
Tini : Ini semua salah Ibu, sepeninggal Ayah Ilham Ibu berusaha membahagiakannya. Dulu Ibu begitu berkeinginan Ilham mendapat jabatan penting. Tak begitu sulit dengan modal sawah dan tentu saja karena Ibu punya kenalan orang dalam Ilham langsung menempati posisi rektor di Universitas itu, tentu saja gelar Ilham yang panjang itu hanya sebuah gelar. Ilham tak mempunyai pengalaman atau kecerdasan apapun. Keahlian Ilham hanya memerintah (menarik nafas), kini hanya penyesalan yang Ibu rasakan. (batuk-batuk, memegangi dada yang semakin sesak dan sakit) kini dia harus membayar semuanya.
Laras : Nek! Ibu nek…Ibu selingkuh dengan sahabat Ayah (menangil sambil memeluk Nenek)
Tini : Apa? (memegang dadanya, nafasnya semakin sesak). Nenek sudah lelah mendengar kabar kedua orangtuamu, kenapa malaikat menjemputku dengan cara seperti ini.
Laras : Nenek bicara apa? (melepas pelukan, sambil melihat mata Nenek)
Tini : Ayahmu kedapatan korupsi, Ibumu ketahuan selingkuh. Apa lagi yang Nenek harapkan? Hanya kau Laras…jangan sampai kau seperti mereka. (Akhirnya tak mampu menahan beban tubuhnya dan menghembuskan nafas terakhir)
Laras : Nek, nenek… bangun nek. Nenek harus bangun, Laras tidak punya siapa-siapa lagi. (tangis Laras bersatu dengan dendam dan amarah)
Retno : Ikhlaskan Nenek…mungkin ini jalan terbaik untuknya Laras. Sudah! Ibu akan kabarkan kepada warga. Sebaiknya kau segera member kabar ayahmu.



Bagian 5
Di hotel prodeo Ilham meratapi nasibnya, semua kemegahan yang dibangga-banggakan telah sirna dalam sekejap. Ia meratap, merintih memohon ampun. Laras menemuinya diruang tunggu.
Laras : (menjabat dan mencium tangan Ayah) bagaimana kabar Ayah? Kita harus bisa mengambil hikmah dari semua ini.
Ilham : Seperti yang kamu lihat, Ayah kesepian, Ayah menyesal, Ayah malu denganmu (menitikkan air mata) bagaimana kabar nenek? Ah belum pernah Ayah membahagiakan nenek. Setelah apa yang semua ia lakukan untuk Ayah. Nenek rela hanya bertempat tinggal digubuk, karena semua kekayaan nenek untuk membiayayai Ayah. Kenapa kamu sendirian dimana Ibumu?
Laras : (menahan haru, mengatur nafas) Nenek Yah…
Ilham : Ada apa dengan Nenekmu?
Laras : Nenek… Nenek telah menghadap-Nya.
Ilham : (matanya berkaca-kaca, mulutnya hanya komat-kamit tanpa suara)
Rosyid : (mengandeng tangan Wulandari) Hay sobat… apa tidurmu nyenyak ditempat barumu ini?
Ilham : (Menunjuk Wulan keheranan) Kenapa kamu bersamanya?
Rosyid : Oww… Wanitamu terlalu cantik untuk kau terlantarkan, biarkan dia menghiasi singgasanaku.
Ilham : Biadab! Kalian ternyata menusukku dari belakang. (mengayunkan pukulannya kearah Rosyid)
Laras : (menghentikan tangan Ilham) Hentikan Yah? Jangan kotori tangan Ayah!
Wulandari : Maafkan aku, apa yang kuharapkan lagi dari orang sepertimu, menantimu keluar dari penjara? Harus berapa lama?
Rosyid : Sudahlah sayang, jangan buang waktu. Ayo kita tinggalkan tempat kotor ini, singgasana kita telah menanti. (berlalu dari hadapan Laras dan Ilham)
Laras : Sudahlah Yah, biarkan mereka pergi. Laras akan selalu bersama Ayah, anggap semua ini harga yang Ayah bayar. Semua telah lunas, Ayah harus yakin nanti kita bisa memulainya dengan lebih baik. Laras yakin kita bisa,

Ilham mempunyai waktu untuk memperbaiki dirinya, dalam kesendiriannya Ilham semakin mendekatkan diri pada Ilahi.

Selesai

* di pentaskan di IKIP WIDYA DARMA

Tidak ada komentar: