SELAMAT DATANG DI HUNIAN SASTRA

SELAMAT DATANG DI HUNIAN PECINTA SASTRA INDONESIA

AYO KITA BELAJAR MENGEKSPRESIKAN DIRI DENGAN MENULIS DAN MENULIS!

Rabu, 01 Desember 2010

BINTANG

Pagi ini seperti biasa aku berdiri di sebelah halte, sambil menunggu angkutan umum berwarna coklat yang akan mengantarkan aku ketempat ku bekerja, aku sesekali membenahi dasi yang kukenakan, tapi lama-lama aku risih dengan dasi ini, rasanya tidak pas naik angkot denga mengenakan dasi. Angkot yang ku maksud berhenti didepanku tapi ketika aku melihat pemumpangnya tidak ada gadis yang kemarin lusa kujumpai aku tidak jadi naik.
Mentari mulai merangkak dan waktu ku tak lama lagi, aku tidak bisa menunggu lagi, aku segera naik taxi, semoga esok aku dapat menjumpainya lagi, didalam taxi aku kembali mengingat wajah gadis yang berbalut jilbab hitam menjulur keseluruh tubuhnya dengan hiasan bros putih warna yang bertentangan dengan jilbabnya hingga tampak mencolok, menyorotkan cahaya pantulan dari matahari yang menembus lewat kaca yang terbuka.
Dia seperti tak peduli dengan penumpang- penumpang yang lain, dia asyik membaca bukunya entahlah aku tidak mengerti buku apa yang dibacanya, bahkan aku tak dapat membaca sampulnya hanya sekilas aku lihat sampulnya ada gambar gadis berjilbab, mungkin dia sedang membaca tentang agama yang menganjurkan wanita berjilbab. Kadang terbias senyumya yang tipis, namun kadang matanya seperti menunjukkan tanda tanya atau keheranan. Terdengar ponselnya berdering beberapa kali tapi seperti tak dihiraukannya, rupanya dia lebih tertarik pada bukunya. Setelah ponselnya kembali berdering baru dia membuka entah pesan atau panggilan
“Ya Allah, Romo!” serunya bernada kaget namun tetap pelan, mungkin itu sebutan untuk ayah atau guru bisa juga kiai akupun tak henti memperhatikannya, tapi sepertinya gadis itu tak sedikitpiun menyadari, karena asyik dengan bukunya. Sampai akhirnya angkot berhenti ditempat tujuanku, aku turun dan terus mamandang gadis berjilbab hitam itu sampai benar-benar aku tak dapat melihatnya.
Aku terlambat sepuluh menit pasti aku kena poin dan resikonya gajiku harus dipotong seribu permenitnya, ah aku masih saja ingat dengan gadis itu, kurapikan buku-buku dimeja kerjaku dan entahlah aku ingin sekali membaca buku-buku ini, apa ini pengaruh gadis itu, aku membiarkan mataku membaca kalimat demi kalimat, tak terasa aku hampir membaca separo dari buku berjudul Success Stories dari Robert T. Kiyosaki, aku baru ingat kalau aku belum memulai pekerjaanku sama sekali.
“Pak Arman, maaf catridge sudah banyak yang kosong.” Kata Ticho
“Ya, nanti saya telpon Richa biar catridgenya diambil.” Jawabku enteng
Sambil memencet nomor telpon yang ku tuju aku kembali ingat dengan gadis itu, telpon sudah tersambung.
“Selamat pagi, dengan Dewi bisa di bantu?” kata operator dari ujung kabel
“Dengan Richanya bisa?”
“Baik, mohon ditunggu.”
Aku mendengarkan nada tunggu yang tak asing lagi, sebentar saja sudah terhubung dengan Richa dan aku katakan kebutuhannku, dia segera tanggap.
“Ok, aku tunggu ya.”
“Baik pak, selamat pagi”
Klik, telp aku tutup dan kembali membaca buku yang sempat aku tutup. Aku lupa halaman berapa yang aku baca.
***
Sebuah papan tulis tertera nama customer hari ini yang order barang, salah satunya Arman bagian pengadaan disebuah perusahaan percetakan yang pernah menerbitkan kumpulan cerpen Dosenku, Alhamdulillah dia termasuk customer yang paling sering order bisa empat kali dalam sebulan itupun dengan jumlah yang besar dan dia paling tidak suka jika ada kurir yang tidak tepat waktu tanpa konfirmasi, kurir-kurir bilang dia pemuda yang tampan selalu memakai dasi motif bintang apapun warnanya.
“Richa, apa kamu tidak ingin pakai warna lain selain hitam?” Suara mbak Dewi membuyarkan lamunanku, “Aku kan sering juga pakai warna lain mbak.” Jawabku, “Tidak begitu sering.” Bantahnya, aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaan yang selalu sama. Entahlah aku lebih suka dengan warnaku, tak peduli dengan orang lain. Sambil menunngu telpon berdering aku membaca buku kumpulan cerpen Asap Rokok di Jilbab Santi karya M. Shoim Anwar beliau sekaligus dosenku, kurang satu judul lagi aku selesai.
Kriiiiiiiiiiiiiing, dering telpon membuat aku berhenti membaca, “Selamat pagi, dengan Richa bisa dibantu?” tak terdengar suara apapun diujung sana, beberapa menit aku tunggu terpaksa aku tutup telponnya.
Jam makan siang akhirnya datang juga teman-teman kerjaku berhamburan kekantin makan siang aku asyik dengan bukuku, terkadang barisan huruf diatas kertas itu tak terbaca sama sekali entahlah, anganku jauh menerawang, tak terasa sebuah butiran bening membasahi halaman buku dengan berisan huruf-huruf itu, aku menutupnya dan mengusap airmataku sebelum orang lain tahu.
Apa ada guna kita meneteskan airmata untuk sesuatu yang tidak penting? Aku rasa perlu, tapi entahlah aku masih ragu untuk hal itu. Hanya dengan mengeluarkan airmata aku bisa lega.
Lama rasanya mentari tak jua berjalan ke ufuk barat, aku terus melakukan pekerjaanku dan sesekali aku melanjutkan membaca buku.
“Mbak, pak Arman tadi pakai dasi biru tetap dengan motif bintang.” Kata kurir ku yang baru datang dari kantor pak Arman, “Terus apa hubungannya dengan aku Dana?” Tanya ku sambil tetap membaca buku, “Mbak kan suka bintang siapa tahu jodoh mbak.” Seisi ruangan ikut tertawa mendengar ucapan Dana, aku yang susah untuk tertawa pun ikut tertawa.
Senja mulai merambat dengan warnanya yang merah, aku bersemangat untuk pulang, selalu begini tiap hari mungkin bukan hanya aku tapi semuanya bersemangat jika jam kerja habis, tapi ada yang kurang mengenakkan, senja tiba-tiba menjadi kelabu mendung tebal menyelimuti.
Aku menunggu angkot lewat belum juga ada yang lewat, sementara rintikan air kini telah menyentuh jilbab ku,semakin lama semakin lebat. Sebuah taksi berwarna biru dengan tulisan full melintas, aku menunggu taksi berikutnya namun juga sama tak ada taksi lewat. Hujan makin deras payung ku hanya bisa untuk melindungi tas ku, dikejauhan sepertinya taksi lewat lagi aku niat akan naik taksi, angkot pun sepertinya lenyap tak ada yang lewat.
“Taksi.” Aku lupa tak membaca tulisan full, tapi nyatanya taksi itu berhenti, “Maaf pak, saya tidak tahu kalau sudah ada penumpangnya.” Kataku, “Tak apa, naik saja.” Kata sopir taksi itu.
Aku duduk disamping penumpang, seorang pria. Aku tersentak ketika penumpang itu mamakai dasi biru bermotif bintang.
***
Hujan membawa berkah, aku tak percaya jika aku akan bertemu dengan gadis yang selalu ada buku ditangannya itu, aku rasa dia juga tidak ingat kalau sebelumnya kita pernah berjumpa karena aku yakin dia tidak memperhatikan aku, dalam bisingnya suara hujan aku tengelam dalam keheningan.tidak sepatah katapun aku ucapkan begitupun aku tak mengucapkan sesuatu, bahkan untuk batuk pun aku mencoba menahannya, aku tak mau dia terganggu dengan suara batukku.
Perjalanan yang singkat, tak terasa taksi berhenti “Sudah sampai pak.” Kata sopir taksi, “Maaf pak saya salah saya mau keteman saya dulu, biar mbak diantar dulu saja.” Kataku berbohong, taksi mulai berjalan, aku sengaja ingin melihat turunnya gadis itu, dia mungkin mendengar percakapanku dengan sopir, tapi tak ada tanda-tanda dia merespon. Dia sibuk dengan buku nya, sekilas ku lihat dia tersenyum.
“Rumah sakit mbak.” Kata sopir, “Ya pak, terimakasih. Saya turun dulu ya mas.” Katanya sambil membayar taksi dan menoleh padaku, dia menyapaku, berpamitan denganku, ah tak ku sangka suaranya lembut bagai hembusan angin pagi yang sejuk, dan sepertinya tidak asing lagi, aku hanya membalas dengan anggukan kepalaku, kenapa dia turun rumah sakit? Apa ada yang sakit? Atau rumahnya dekat rumah sakit? “Mas mau kemana ini?” Suara sopir itu mengagetkanku “O.. kita balik lagi kerumah saya pak, tenang nanti bayar dobel.” Sopir itu melihatku penuh tanda tanya.
Sebuah buku berjudul “Asap Rokok di Jilbab Santi.” Kini ada di rak buku ku, ya buku itu tertinggal di dalam taksi yang aku ambil aku tidak berniat memilikinya, pasti aku akan berusaha mengembalikannya, buku yang terlihat rapi dengan sampul putih bening ada stiker bertuliskan “Perpustakaan ILFAM” ada juga nomor ponsel, mungkin dia pinjam diperpustakaan. Pasti dia kelabakan mencari bukunya. Aku lancang membuka isi buku dihalaman depan sebuah goresan pena, ada tanda tanggan sang pengarang dan nama terang.
Aku menatap deretan angka-angka di ponsel aku menekan satu persatu angka sesuai dengan nomor yang ada di buku, telepon terhubung tapi lama tak ada jawaban terdengar nada sambung sholawat entahlah aku tidak bisa menirukannya, “Assalamualaikum!” aku tersentak ada suara wanita yang tak asing lagi ditelinggaku, “Waalaikumsalam, Richa?” jawabku, “Pak Arman?” .



***************************************BINTANG**************************************

SURABAYA, APRIL 2010

Tidak ada komentar: