SELAMAT DATANG DI HUNIAN SASTRA

SELAMAT DATANG DI HUNIAN PECINTA SASTRA INDONESIA

AYO KITA BELAJAR MENGEKSPRESIKAN DIRI DENGAN MENULIS DAN MENULIS!

Kamis, 02 Juni 2011

DIAlOG POHON KAMPANYE

Bendera dengan gambar-gambar partai berkibar ditiup angin, ikut dalam hiruk pikuk lalu lintas, terkadang jemu mata memandang pemandangan seperti yang membuat bimbang. Dibawah terik matahari bendera-bendera itu terus berkibar angin terkadang menerpa dengan keras tapi tetap tegar berdiri. Dicuaca yang sudah tidak teratur lagi terkadang tiba-tiba hujan turun tanpa diawali mendung, hingga bendera-bendera itu tak bersiap-siap menghadapi hujan.
Malam bertabur bintang, namun semakin malam awan tebal kian menebal menyelimuti bintang-bintang, namun ibu kota tetap terang benderang tak peduli awan tebal menyelimuti. Tengah malam sedikit lebih sepi, ketika semua orang sudah terlelap ada beberapa orang menelusuri jalan ditemani angin malam. Dikeluarkannya sebuah kertas dari dalam tas besarnya. Ternyata poster bergambar partai, dengan bantuan lem merekatlah poster itu dipohon.
Pohon ialah tumbuhan dengan batang dan cabang yang berkayu. Pohon memiliki batang utama yang tumbuh tegak, menopang tajuk pohon. Batang merupakan bagian utama pohon dan menjadi penghubung utama antara bagian akar, sebagai pengumpul air dan mineral. Tapi kali ini berubah fungsi menjadi papan kampanye oleh orang-orang berambisi menang.
Maka malam itu pohon-pohon yang berada di ibu kota saling berdialog untuk bertukar pendapat tentang kelakuan manusia yang hanya mementingkan diri mereka sendiri. Sebuah pohon besar yang terlebih dulu menjadi papan kampanye memulai percakapan.
“Teman-teman apa kalian rela tubuh ini menjadi kotor oleh lem seperti ini?”
“Aku hanya pasrah saja, manusia memang seenaknya melakukan apapun pada kita.” Kata pohon yang lebih muda
“Sebenarnya apa yang mereka lakukan dengan menempelkan poster ini ketubuh kita?”
“Mereka sedang masa kampanye.”
“Apa yang inginkan dengan melakukan kampanye?”
“Kampanye adalah sebuah tindakan politik bertujuan mendapatkan pencapaian dukungan, usaha kampanye bisa dilakukan oleh peorangan atau sekelompok orang yang terorganisir untuk melakukan pencapaian suatu proses pengambilan keputusan di dalam suatu kelompok, kampanye biasa juga dilakukan guna mempengaruhi, penghambatan, pembelokan pecapaian.”
“Dari mana kau tahu itu?”
“Aku pernah dengar dari salah satu orang yang lewat, mungkin tahun lalu waktu mereka melakukan hal yang sama. Menempeli tubuh kita dengan poster.”
Mereka terus berdialog mencaci maki manusia yang tiada berperikemanusiaan, mereka memanggil angin malam yang sayup-sayup menerpa daunnya.
“Hai angin, kamu tak lelah bertiup?”
“Pertanyaan kamu aneh, sekarang aku tanya pada kalian, apa kalian tak lelah berdiri terus menerus?” pohon-pohon itu tersenyum pada angin membenarkan.
“Sebenarnya kami mau minta tolong padamu.”
“Apa yang bisa aku lalukan untuk kalian?”
“Kami ingin poster yang melekat pada tubuh ini lepas.”
“Ah, maafkan aku sepertinya aku tak kuasa melakukannya. Kalian pasrah saja siapa tahu orang yang ada dalam gambar itu bisa menjadi pemimpin yang mementingkan nasib kalian juga.”
Pepohonan saling perpandangan, hanya diam saling merenungkan kata-kata angin. Menunggu datangnya pagi sambil berdoa agar tak ada orang yang melakukan hal yang sama. Pohon tua kembali bercakap.
“memang kamu suka jika orang dalam gambar ini menang?”
“Aku tak menyukainya, belum menang saja sudah semena-mena terhadap kita bagaimana sudah menang nanti, tubuh kita bukan tempat untuk tempel poster.”
“Benar juga kata kamu, ah kamu yang muda ternyata lebih pintar.”
Tak lama mereka terlelap, angin masih menemani mereka dengan bertiup lembut, dikesunyian malam yang mengerikan, ketika semua benda-benda yang menyenangkan menghilang dibalik selubung gelap dan mendung tebal.
Mentari menyapa dengan hangat lalu lintas kembali ramai, debu-debu beterbangan, asap kenalpot kendaraan bermotor menambah polusi udara. Pohon-pohon juga mulai merasakan hangatnya mentari kembali melakukan fotosintesis, betapa kagetnya pohon tua waktu tersadar empat buah paku menancap dibatangnya.
“Awwwww….. apa lagi yang dilakukan manusia-manusia itu pada kita?”
“Wah benar ini sudah keterlaluan, kenapa mereka menyakiti kita dengan memaku gambar disini, bukankah sudah ada poster.”
“Kalau calon pemimpin seperti ini, apa patut dicontoh? Kampanye kan banyak medianya. Tidak harus menyakiti kita.”
“Kampanye juga dapat dilakukan dengan slogan, pembicaraan, barang cetakan, penyiaran barang rekaman berbentuk gambar atau suara. Tapi bukan di pohon seperti ini caranya.”
“Ya ada yang mereka lupakan selain hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia, mereka juga harus menjalin hubungan yang baik dengan alam.”
“Tapi bagaimana kita membalas manusia yang seperti ini, kita tak kuasa.”
“Kita tidak sendiri.”
“Aku akan membantu kalian, jika aku mau bertiup kencang manusia pasti binasa. Tapi bagaimanapun kita harus berbaik hati, kalau kita membalas dengan kejam pula apa bedanya kita dengan manusia-manusia berdosa itu.”
“Tapi aku tidak suka dengan calon pemimpin yang seperti ini, tidak bisa menjaga alam.”
Pohon yang lebih muda melayangkan padangannya pada pak tua berseragam orange yang sedang memegang sapu membersihkan jalanan, perasaan salut muncul pada pohon muda.
“Kenapa tidak dia pak tua yang selalu membersihkan kota ini dari sampah yang menjadi pemimpin?”
“Kamu ada-ada saja, mana mungkin?”
“baiklah kalau aku akan berdoa agar orang-orang dalam gambar poster yang telah mengotori batang kita ini insyaf dan tidak lagi melakukannya, namun kita juga harus berusaha untuk menyingkirkan semua ini dari batang kita.”
Angin pergi untuk mencari cara agar batang pohon bisa menjadi bersih lagi, di atas kota yang lain angin bertemu dengan mendung tebal, maka ide muncul dalam benak angin untuk mengajak awan kekota dimana tempat pohon berada.
“Hai awan, wah sudah siap menguyur kota ya?”
“Bukan, kebetulan dirimu kesini angin, aku dalam perjalanan kedesa, mereka butuh air untuk sawah mereka. Maka antarkan aku segera kesana.”
“Wah, sebenarnya aku juga butuh bantuanmu awan. Temanku pohon dikota sebelah ingin membersihkan tubuhnya dari tempelan-tempelan poster partai, dengan bantuanmu pasti bisa.”
“Bagaimana ini, sepertinya kamu harus mengantarkan aku dulu setelah itu kamu kedesa yang sudah banjir disana ada awan yang lebih tebal dariku nah minta tolonglah pada dia.”
Setelah selesai berunding angin setuju dengan usulan awan dan segera mengantarka awan ketempat yang dituju.
“Terimakasih angin, sekarang carilah desa tak jauh dari sini.”
“Aku akan mencarinya, terimakasih petunjuknya.”
Mereka mengucapkan kata perpisahan, angin bertiup kencang mempercepat pencariannya tak kuasa dia melihat pohon-pohon itu tiap hari bertambah kotor, ada saja ulah manusia. Mungkin karena mereka tiada mngerti bahasa alam, padahal jika manusia mau cermat kejadian-kejadian alam yang terjadi sudah bukti kalau alam telah bicara pada manusia.
Senyum membias dibibir angin ketika bertemu awan, awan yang sangat hitam dan sepertinya siap untuk menurunkan hujan.
“Angin ada apa gerangan, senyummu itu tak dapat ku artikan.”
“Aku perlu bantuanmu, untuk menolong pohon temanku.”
“menolong bagaimana?”
“Sambil jalan kita bicarakan bagaimana, kau tak perlu lagi menghujani desa ini, kasihan sudah banjir. Saatnya manusia kota yang merasakannya.”
Awan hanya menurut pada angin sepanjang perjalanan angin bercerita tentang kehidupan kota dan calon pemimpin yang sedang berkampanye menggunkan pohon-pohon sebagai media penyebar informasi, karena memang pohon tak membutuhkan komisi seperti ketika mereka berkampanye lewat televisi, radio, atau surat kabar.
“O... begitu ceritanya, memang mereka perlu kita beri peringatan, apa kamu pernah tahu orang dalam gambar poster itu?”
“Tentu saja pernah, ketika mereka sedang mengebu-gebu mempengaruhi masyarakat agar memilih mereka.”
“Pasti banyak janji yang diucapakan.”
“Benar janjinya selalu yang muluk-muluk padahal yang hal kecil seperti memperhatikan sebuah pohon saja tidak dijalani, bagaimana mau melakukan hal yang besar?”
“Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, kalau keputusan melakukan kampanye saja sudah salah ya mau dibawa kemana keputusan setelah menang nanti.”
“Aku kurang tahu juga masalah politik yang sebenarnya dan aku juga malas untuk mengetahuinya.”
Sementara pohon sudah tidak sabar menunggu datangnya angin, untuk segera membersihkan dirinya. Surya semakin terik menyinari, lalu lintas begitu semrawut dengan mobil kampanye, bendera terus berkibar tanpa lelah. Sepertinya bangga di perhatikan tiap orang melewati jalan itu. Namun tidak begitu yang dialami pohon, tiap ada orang lewat membawa pesan yang tertera dalam poster dan melihat gambarnya, pohon cemburu karena orang-orang tak mengagumi kegagahannya. Tak berterimakasih padanya karenanya perjalanannya tak terkena panas, kotanya tak kena banjir karena akarnya menyerap air hujan.
Manusia telah lalai dengannya.
“Kemana angin mencari awan? Kenapa begitu lama?”
“Sabar mungkin dalam perjalanan.”
Dalam kekesalannya terhadap manusia mereka tetap mengistimewakan bapak tua tukang sapu, yang tetap semangat menyirami pohon dan tanaman kota lainnya. Tiba-tiba angin bertiup kencang bersama awan hitam yang seketika membuat gelap kota, penguna jalan kaget akan perubahan cuaca yang begitu mendadak.
“Memang musim tak lagi dapat ditebak.” Kata salah satu pengendara motor
Pohon menyambut kedatangan angin dan awan dengan suka cita,
“Sekarang apa mau kalian pohon?” Tanya angin
“Kami ingin turun hujan dan membersihkan tubuh kami sekaligus memberi sedikit peringatan pada manusia-manusia.”
Sang mentari tengelam dengan awan dan siang kini menyerupai malam, gelap gulita menyelimuti ibu kota, rintikan hujan mulai menguyur pohon-pohon dan semakin lama semakin deras, perlahan poster-poster yang melekat pada pohon terlepas satu demi satu, sampah-sampah telah menyumbat got hingga aliran air tak dapat mengalir dengan sempurna, hujan masih belum mau berhenti terus dan terus, kini bendera-bendera partaipun ikut tumbang dan hanyut mengikuti arus air.
Kendaraan tak lagi dapat berjalan, lalu lintas berhenti beraktifitas. Sepi menyelimuti kota yang semula penuh dengan keramaian, adakah manusia yang ingat kalau kejadian ini berawal dari perbutan mereka yang dianggap sepele. Mungkin tak pernah ingat dan tak mau mengingatnya.
Semua tergenang air tak tampak daratan tak tahu kemana perginya manusia-manusia yang tak bertangung jawab, tak tampak lagi bendera dan poster-poster partai.
“Kalian puas pohon-pohon?”
“Ya kami puas, tapi kami juga kasihan pada orang-orang yang tak ikut bersalah, aku yakin mereka masih berkampanye ditempat lain.”
“Tapi setidaknya kalian tak lagi ikut jadi pohon kampanye.”
Mereka semua tertawa penuh kegembiraan.


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~DIALOG POHON KAMPANYE~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Tidak ada komentar: